DeepMind merilis film dokumenter “The Thinking Game” secara gratis, mendokumentasikan perjalanan hidup Demis Hassabis dalam mengejar Artificial General Intelligence (AGI). Hassabis percaya AGI lebih penting daripada penemuan listrik dan api. Ia memperingatkan bahwa kelahiran AGI sudah di ambang pintu dan akan menjadi titik balik sejarah manusia, “Generasi berikutnya akan hidup di dunia yang benar-benar baru, setiap detik sangatlah penting.”
Misi Hidup Demis Hassabis untuk AGI
(Sumber: Youtube)
Sebagai lulusan Cambridge yang menjuarai turnamen catur lokal pada usia enam tahun, Demis Hassabis sejak dini menjadikan riset AGI sebagai misi seumur hidupnya, karena ia ingin memecahkan satu masalah yang telah membingungkan dunia biologi selama 50 tahun: pelipatan protein. Kini mungkin sulit dibayangkan, namun saat itu banyak orang di dunia ventura dan akademik sangat skeptis terhadap teknologi AGI. Yang pertama menganggap ide Demis hanya mimpi besar, sedangkan yang kedua beranggapan menggabungkan ilmu saraf dan machine learning bukan sains murni.
DeepMind didirikan tahun 2010, dan perjalanan pendanaan di awal benar-benar penuh tantangan, hingga mereka bertemu dengan investor malaikat ternama Peter Thiel. Walaupun Thiel menjadi penyandang dana besar DeepMind, ia bersikeras tim harus pindah ke Silicon Valley. Namun Demis bersikukuh tetap di London, menurutnya di sana terdapat kumpulan talenta unik, dan budaya Silicon Valley yang serba cepat gagal dan cepat berputar arah tidak cocok untuk riset jangka panjang seperti AGI.
Keputusan ini menyoroti pemahaman mendalam Hassabis terhadap riset AGI. AGI bukan produk konsumen yang bisa diiterasi dengan cepat, melainkan membutuhkan riset jangka panjang dan terobosan sains dasar. Budaya startup Silicon Valley menekankan validasi cepat kebutuhan pasar dan model bisnis, sedangkan nilai riset AGI mungkin baru terlihat puluhan tahun kemudian. Hassabis bersikeras di London demi menjaga kemurnian riset DeepMind.
Hassabis menganalogikan AGI seperti penemuan api oleh manusia, sebuah perbandingan yang sangat bermakna. Api memungkinkan manusia memasak, menghangatkan diri, menerangi malam, dan melebur logam, serta mengubah arah peradaban secara fundamental. Hassabis percaya AGI akan berdampak sama besar atau bahkan lebih besar, karena bukan sekadar alat, tetapi kecerdasan yang dapat belajar dan berkreasi sendiri.
Dari Game ke Go: Terobosan DQN dan AlphaGo
(Sumber: DeepMind)
Setelah DeepMind berdiri di London, mereka mengumpulkan para pemimpi. Untuk melatih AI, mereka memutuskan menggunakan “game” sebagai laboratorium eksperimen karena game adalah lingkungan yang terkontrol sempurna. Mereka menggabungkan deep learning dan reinforcement learning untuk menciptakan model DQN, lalu membiarkan AI bermain game ping pong Atari tanpa diajari aturan, hanya diberi tugas melihat piksel dan mengejar skor tinggi.
Awalnya, AI bahkan tidak bisa menangkap satu bola pun, membuat tim sempat meragukan apakah AGI hanyalah utopia. Namun tiba-tiba, AI mulai mencetak skor. Kemudian, mereka mencoba AI bermain Breakout. Setelah ratusan training, AI justru belajar sendiri menggali terowongan di samping dinding, agar bola bisa memantul di atas balok—strategi yang benar-benar ditemukan sendiri oleh mesin tanpa campur tangan manusia.
Ini membuktikan bahwa DeepMind berhasil menciptakan sistem pembelajaran universal yang bisa beradaptasi dengan berbagai lingkungan, sebuah terobosan besar untuk AGI. Bukan sekadar membuat mesin bisa main game, tapi membuktikan mesin dapat menemukan strategi dan solusi secara mandiri, tanpa arahan manusia. Kemampuan belajar mandiri inilah inti dari AGI.
Meski teknologi machine learning mengalami terobosan, daya komputasi menjadi kendala. Untuk mempercepat pencapaian AGI, DeepMind akhirnya setuju diakuisisi Google sekitar 400 juta poundsterling, tapi tetap ingin menjaga independensi riset. Berbekal dukungan komputasi Google, DeepMind mengalihkan fokus ke “Go”, permainan asal Tiongkok yang selama ini dianggap Holy Grail AI yang sulit ditaklukkan.
Lahir lah AlphaGo, dan menantang pemain Go terkuat dunia, Lee Sedol. AlphaGo melakukan langkah ke-37 yang mengejutkan dunia, sebuah langkah orisinal yang hampir mustahil dilakukan pemain manusia, membuktikan mesin bukan sekadar jago berhitung, tapi juga punya kreativitas. Kekalahan Lee Sedol mengejutkan dunia, khususnya bagi Tiongkok layaknya krisis Sputnik, membangkitkan perhatian global pada AI, dan memicu “perlombaan luar angkasa” versi AI.
Empat Tonggak Evolusi Teknologi DeepMind
Model DQN: Gabungkan deep learning dan reinforcement learning, AI temukan strategi game secara mandiri
AlphaGo: Mengalahkan juara Go manusia, menunjukkan kreativitas dan intuisi
AlphaZero: Sepenuhnya menanggalkan pengetahuan manusia, belajar hanya lewat self-play
AlphaFold: Memecahkan masalah pelipatan protein, meraih Nobel Kimia
AlphaGo memang kuat, tapi masih bergantung pada data partai Go manusia. DeepMind lalu mengembangkan AlphaZero, algoritma yang lebih elegan, sepenuhnya tanpa pengetahuan manusia, hanya belajar dengan self-play. AlphaZero mulai dari nol, dalam satu hari sudah menguasai catur, shogi, dan Go, bahkan memunculkan gaya bermain yang belum pernah dilihat manusia, membuktikan mesin bisa melampaui kebijaksanaan ribuan tahun manusia lewat pengalaman murni.
AlphaFold Memecahkan Pelipatan Protein dan Meraih Nobel
Game hanya laboratorium, ambisi utama Demis adalah menggunakan AI untuk memecahkan masalah sains, yakni “pelipatan protein” yang disebut di awal. Pelipatan protein selama ini menjadi misteri terbesar biologi manusia—kalau bisa diprediksi, bisa mempercepat pengembangan obat dan pengobatan penyakit. Untuk menguji AI di bidang biologi, DeepMind membentuk tim AlphaFold dan ikut kompetisi CASP (Critical Assessment of Structure Prediction).
Pada CASP13 tahun 2018, AlphaFold menang lomba, tapi akurasinya belum cukup untuk digunakan dalam riset nyata, membuat tim merasa rendah hati dan sadar masalah sains jauh lebih kompleks dari game. Tak mau menyerah, Demis saat pandemi COVID-19 justru menggandakan upaya riset AlphaFold, membentuk tim khusus gabungan fisika dan machine learning. Di tengah isolasi rumah, mereka bekerja siang-malam.
Akhirnya, pada CASP14 tahun 2020, AlphaFold meraih hasil luar biasa. Dunia ilmiah mengakui masalah pelipatan protein berhasil dipecahkan. DeepMind kemudian mengambil keputusan berani: alih-alih mengomersialisasi, mereka membuka gratis prediksi struktur lebih dari 200 juta protein—hampir seluruh protein yang dikenal di Bumi—demi kemaslahatan ilmu hayati. Demis dan peneliti John Jumper pun dianugerahi Nobel Kimia 2024 untuk terobosan ini.
Kelahiran AGI Semakin Dekat, Pengelolaan Bertanggung Jawab Sangat Mendesak
Sejak chatbot LLM seperti ChatGPT muncul, AI generatif dalam tiga tahun telah mengubah cara kerja pemrograman dan pekerjaan kreatif. Kini, produk AI berbasis LLM seperti ChatGPT, Gemini, Grok, dsb, membuat masyarakat umum benar-benar merasakan dampak AI. Selanjutnya, era AGI akan segera hadir dan menjadi titik balik sejarah manusia.
Demis menegaskan, teknologi itu netral, tetapi penggunaan oleh manusia menentukan baik-buruknya. Ia pernah meminta Google untuk berkomitmen tidak menggunakan teknologi DeepMind untuk militer atau pengawasan, dan menekankan pentingnya tidak terburu-buru atau asal melanggar aturan. Menurutnya, teknologi AGI terlalu kuat—jika lepas kendali, konsekuensinya tidak terbayangkan.
Hassabis memperingatkan: “AGI akan segera lahir, generasi berikutnya akan hidup di dunia yang sepenuhnya baru. Dengan AI, segalanya akan sangat berbeda. Jika ingin mengelola AI secara bertanggung jawab, setiap detik sangatlah penting—seluruh hidup saya dipersembahkan untuk momen ini.” Rasa urgensi ini mencerminkan kesadaran mendalam tim DeepMind terhadap risiko AGI. Seperti api bisa untuk memasak atau menghancurkan, AGI bisa memecahkan tantangan besar manusia, tapi juga membawa risiko yang belum pernah ada sebelumnya.
Di tengah ledakan aplikasi AI generatif dan menuju era AI Agents, mungkin sekaranglah saat terbaik untuk meninjau perjalanan AGI sekaligus memikirkan masa depan.
Lihat Asli
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
Dokumenter DeepMind: AI Umum Lebih Hebat dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap, Peradaban Manusia Akan Ditulis Ulang
DeepMind merilis film dokumenter “The Thinking Game” secara gratis, mendokumentasikan perjalanan hidup Demis Hassabis dalam mengejar Artificial General Intelligence (AGI). Hassabis percaya AGI lebih penting daripada penemuan listrik dan api. Ia memperingatkan bahwa kelahiran AGI sudah di ambang pintu dan akan menjadi titik balik sejarah manusia, “Generasi berikutnya akan hidup di dunia yang benar-benar baru, setiap detik sangatlah penting.”
Misi Hidup Demis Hassabis untuk AGI
(Sumber: Youtube)
Sebagai lulusan Cambridge yang menjuarai turnamen catur lokal pada usia enam tahun, Demis Hassabis sejak dini menjadikan riset AGI sebagai misi seumur hidupnya, karena ia ingin memecahkan satu masalah yang telah membingungkan dunia biologi selama 50 tahun: pelipatan protein. Kini mungkin sulit dibayangkan, namun saat itu banyak orang di dunia ventura dan akademik sangat skeptis terhadap teknologi AGI. Yang pertama menganggap ide Demis hanya mimpi besar, sedangkan yang kedua beranggapan menggabungkan ilmu saraf dan machine learning bukan sains murni.
DeepMind didirikan tahun 2010, dan perjalanan pendanaan di awal benar-benar penuh tantangan, hingga mereka bertemu dengan investor malaikat ternama Peter Thiel. Walaupun Thiel menjadi penyandang dana besar DeepMind, ia bersikeras tim harus pindah ke Silicon Valley. Namun Demis bersikukuh tetap di London, menurutnya di sana terdapat kumpulan talenta unik, dan budaya Silicon Valley yang serba cepat gagal dan cepat berputar arah tidak cocok untuk riset jangka panjang seperti AGI.
Keputusan ini menyoroti pemahaman mendalam Hassabis terhadap riset AGI. AGI bukan produk konsumen yang bisa diiterasi dengan cepat, melainkan membutuhkan riset jangka panjang dan terobosan sains dasar. Budaya startup Silicon Valley menekankan validasi cepat kebutuhan pasar dan model bisnis, sedangkan nilai riset AGI mungkin baru terlihat puluhan tahun kemudian. Hassabis bersikeras di London demi menjaga kemurnian riset DeepMind.
Hassabis menganalogikan AGI seperti penemuan api oleh manusia, sebuah perbandingan yang sangat bermakna. Api memungkinkan manusia memasak, menghangatkan diri, menerangi malam, dan melebur logam, serta mengubah arah peradaban secara fundamental. Hassabis percaya AGI akan berdampak sama besar atau bahkan lebih besar, karena bukan sekadar alat, tetapi kecerdasan yang dapat belajar dan berkreasi sendiri.
Dari Game ke Go: Terobosan DQN dan AlphaGo
(Sumber: DeepMind)
Setelah DeepMind berdiri di London, mereka mengumpulkan para pemimpi. Untuk melatih AI, mereka memutuskan menggunakan “game” sebagai laboratorium eksperimen karena game adalah lingkungan yang terkontrol sempurna. Mereka menggabungkan deep learning dan reinforcement learning untuk menciptakan model DQN, lalu membiarkan AI bermain game ping pong Atari tanpa diajari aturan, hanya diberi tugas melihat piksel dan mengejar skor tinggi.
Awalnya, AI bahkan tidak bisa menangkap satu bola pun, membuat tim sempat meragukan apakah AGI hanyalah utopia. Namun tiba-tiba, AI mulai mencetak skor. Kemudian, mereka mencoba AI bermain Breakout. Setelah ratusan training, AI justru belajar sendiri menggali terowongan di samping dinding, agar bola bisa memantul di atas balok—strategi yang benar-benar ditemukan sendiri oleh mesin tanpa campur tangan manusia.
Ini membuktikan bahwa DeepMind berhasil menciptakan sistem pembelajaran universal yang bisa beradaptasi dengan berbagai lingkungan, sebuah terobosan besar untuk AGI. Bukan sekadar membuat mesin bisa main game, tapi membuktikan mesin dapat menemukan strategi dan solusi secara mandiri, tanpa arahan manusia. Kemampuan belajar mandiri inilah inti dari AGI.
Meski teknologi machine learning mengalami terobosan, daya komputasi menjadi kendala. Untuk mempercepat pencapaian AGI, DeepMind akhirnya setuju diakuisisi Google sekitar 400 juta poundsterling, tapi tetap ingin menjaga independensi riset. Berbekal dukungan komputasi Google, DeepMind mengalihkan fokus ke “Go”, permainan asal Tiongkok yang selama ini dianggap Holy Grail AI yang sulit ditaklukkan.
Lahir lah AlphaGo, dan menantang pemain Go terkuat dunia, Lee Sedol. AlphaGo melakukan langkah ke-37 yang mengejutkan dunia, sebuah langkah orisinal yang hampir mustahil dilakukan pemain manusia, membuktikan mesin bukan sekadar jago berhitung, tapi juga punya kreativitas. Kekalahan Lee Sedol mengejutkan dunia, khususnya bagi Tiongkok layaknya krisis Sputnik, membangkitkan perhatian global pada AI, dan memicu “perlombaan luar angkasa” versi AI.
Empat Tonggak Evolusi Teknologi DeepMind
Model DQN: Gabungkan deep learning dan reinforcement learning, AI temukan strategi game secara mandiri
AlphaGo: Mengalahkan juara Go manusia, menunjukkan kreativitas dan intuisi
AlphaZero: Sepenuhnya menanggalkan pengetahuan manusia, belajar hanya lewat self-play
AlphaFold: Memecahkan masalah pelipatan protein, meraih Nobel Kimia
AlphaGo memang kuat, tapi masih bergantung pada data partai Go manusia. DeepMind lalu mengembangkan AlphaZero, algoritma yang lebih elegan, sepenuhnya tanpa pengetahuan manusia, hanya belajar dengan self-play. AlphaZero mulai dari nol, dalam satu hari sudah menguasai catur, shogi, dan Go, bahkan memunculkan gaya bermain yang belum pernah dilihat manusia, membuktikan mesin bisa melampaui kebijaksanaan ribuan tahun manusia lewat pengalaman murni.
AlphaFold Memecahkan Pelipatan Protein dan Meraih Nobel
Game hanya laboratorium, ambisi utama Demis adalah menggunakan AI untuk memecahkan masalah sains, yakni “pelipatan protein” yang disebut di awal. Pelipatan protein selama ini menjadi misteri terbesar biologi manusia—kalau bisa diprediksi, bisa mempercepat pengembangan obat dan pengobatan penyakit. Untuk menguji AI di bidang biologi, DeepMind membentuk tim AlphaFold dan ikut kompetisi CASP (Critical Assessment of Structure Prediction).
Pada CASP13 tahun 2018, AlphaFold menang lomba, tapi akurasinya belum cukup untuk digunakan dalam riset nyata, membuat tim merasa rendah hati dan sadar masalah sains jauh lebih kompleks dari game. Tak mau menyerah, Demis saat pandemi COVID-19 justru menggandakan upaya riset AlphaFold, membentuk tim khusus gabungan fisika dan machine learning. Di tengah isolasi rumah, mereka bekerja siang-malam.
Akhirnya, pada CASP14 tahun 2020, AlphaFold meraih hasil luar biasa. Dunia ilmiah mengakui masalah pelipatan protein berhasil dipecahkan. DeepMind kemudian mengambil keputusan berani: alih-alih mengomersialisasi, mereka membuka gratis prediksi struktur lebih dari 200 juta protein—hampir seluruh protein yang dikenal di Bumi—demi kemaslahatan ilmu hayati. Demis dan peneliti John Jumper pun dianugerahi Nobel Kimia 2024 untuk terobosan ini.
Kelahiran AGI Semakin Dekat, Pengelolaan Bertanggung Jawab Sangat Mendesak
Sejak chatbot LLM seperti ChatGPT muncul, AI generatif dalam tiga tahun telah mengubah cara kerja pemrograman dan pekerjaan kreatif. Kini, produk AI berbasis LLM seperti ChatGPT, Gemini, Grok, dsb, membuat masyarakat umum benar-benar merasakan dampak AI. Selanjutnya, era AGI akan segera hadir dan menjadi titik balik sejarah manusia.
Demis menegaskan, teknologi itu netral, tetapi penggunaan oleh manusia menentukan baik-buruknya. Ia pernah meminta Google untuk berkomitmen tidak menggunakan teknologi DeepMind untuk militer atau pengawasan, dan menekankan pentingnya tidak terburu-buru atau asal melanggar aturan. Menurutnya, teknologi AGI terlalu kuat—jika lepas kendali, konsekuensinya tidak terbayangkan.
Hassabis memperingatkan: “AGI akan segera lahir, generasi berikutnya akan hidup di dunia yang sepenuhnya baru. Dengan AI, segalanya akan sangat berbeda. Jika ingin mengelola AI secara bertanggung jawab, setiap detik sangatlah penting—seluruh hidup saya dipersembahkan untuk momen ini.” Rasa urgensi ini mencerminkan kesadaran mendalam tim DeepMind terhadap risiko AGI. Seperti api bisa untuk memasak atau menghancurkan, AGI bisa memecahkan tantangan besar manusia, tapi juga membawa risiko yang belum pernah ada sebelumnya.
Di tengah ledakan aplikasi AI generatif dan menuju era AI Agents, mungkin sekaranglah saat terbaik untuk meninjau perjalanan AGI sekaligus memikirkan masa depan.